PAGI 21 Januari 2015, Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru tampak ramai. Alunan selawat Nabi berkumandang. Tampak piduduk yang berisi buah kelapa, beras, gula merah, garam, serai, dan lain-lain, berjejer di sisi kanan panggung utama. Piduduk adalah semacam syarat atau perlengkapan upacara baayun. Di samping kiri kanan panggung utama tempat grup Habsyi dan tamu undangan duduk itu, terdapat tenda dengan gelantungan ayunan dari tapih bahalai atau sarung batik. Masing-masing ayunan dihiasi kain warna-warni, anyaman dari daun kelapa, serta plastik berisi kue cucur, kue cincin, dan pisang mahuli (pisang emas). Terkadang terdengar tangis dan tawa bocah-bocah yang sedang berayun. Usia mereka dari belasan hari hingga usia SD. Peserta baayun kali ini dari berbagai kabupaten di Kalimantan Selatan, bahkan ada yang dari Balikpapan, Kalimantan Timur.
Piduduk di depan grup Habsyi |
Berdasarkan
sejarahnya, tradisi Baayun Maulud ini awalnya bernama Baayun Anak.
Tujuannya sebagai ritual tolak bala dan proses simbolis awal hidup si anak. Karena Suku Banjar kebanyakannya
memeluk agama Islam, tradisi itu pun dikemas dengan apik. Jadi, adat
istiadat dan budaya dari nenek moyang tetaplah hidup dengan tetap
berlandaskan nilai-nilai keislaman. Ini dapat dilihat dari
penyelenggaraannya pada bulan Maulud (Rabiul Awal) atau saat peringatan
kelahiran Nabi Muhammad SAW. Baayun Maulud massal ini menjadi agenda
tahunan Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Selatan ataupun dinas
masing-masing kabupaten.
Sekian lama hidup sebagai orang banua (banua sebutan orang Banjar untuk tanah kelahiran), baru kali ini aku menyaksikan langsung perayaan Baayun Maulud. Aku memang sering mendengarnya, tapi yang kutahu hanya diadakan di kabupaten lain yang jaraknya jauh dengan rumahku di Banjarmasin dan Banjarbaru (maklum, aku punya banyak rumah---rumah ortu dan kakak, hahaha), yaitu di Kabupaten Tapin (sekitar tiga jam dari rumah). Aku benar-benar tidak tahu dan buta kalau Baayun Maulud juga diadakan di masing-masing kabupaten dan di Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru. Aih, sangat kudet (kurang update) diriku ini!
Selesai pembacaan selawat dan ayat suci Alquran, sambutan-sambutan,
serta ceramah agama dari Tuan Guru (sebutan ulama di Kalimantan
Selatan), para orangtua pun bersiap-siap berdiri di samping ayunan
masing-masing. Anak-anak dibuai dalam ayunan dengan diiringi selawat
Nabi. Suasana tampak khusyuk. Dengan pembacaan selawat bersama-sama,
semua yang hadir memuji dan membuktikan cinta kepada Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya, masih diiringi selawat, ibu-ibu menggendong anaknya, lalu
berjalan ke panggung utama. Tuan Guru duduk di panggung, bersiap
memberikan tapung tawar. Tapung tawar merupakan ritual doa dengan cara memegang jidat anak dan memercikkan air tutungkal (air campuran minyak, rempah-rempah harum, dan minyak buburih) ke jidat, lengan, bahu, ubun-ubun, dan kaki. Prosesi Baayun Maulud pun ditutup dengan pembacaan doa oleh Tuan Guru.
Orang dewasa pun tidak ketinggalan ikut menyemarakkan tradisi Baayun Maulud |
Bjm, 170215
Tidak ada komentar:
Posting Komentar