Beliau ini yang rela mengantarku jalan-jalan di Surabaya. Makasih, Mbak Peny.... :D |
Sebelum
mengunjungi Museum Kanker Indonesia di Surabaya, tebersit rasa bangga. Amazing
banget Indonesia mempunyai Museum Kanker Indonesia, museum kanker satu-satunya
di dunia. Namun, setelah mengunjunginya dan mendengar penjelasan dari pemandu
pengunjung museum, rasa bangga itu tergantikan oleh rasa menyedihkan.
“Kenapa
cuma Indonesia yang punya museum kanker?” Begitulah pertanyaanku kepada pemuda,
si pemandu museum. Jawabannya sangat
tidak kuduga. “Karena penderita kanker Indonesia banyak mengetahui penyakitnya
setelah stadium akut. Jarang yang mau mendeteksi dini.”
Pantaslah
kebanyakan stoples-stoples itu berisi jaringan-jaringan kanker stadium akut,
yang telah diawetkan dengan cairan formalin, di antaranya adalah kanker
payudara, kanker serviks, kanker usus, kanker paru-paru, kanker kelenjar getah
bening, kanker ginjal, kanker otak, dan lain-lain. Di luar negeri sana,
kesadaran untuk memeriksakan secara dini lebih tinggi. Berbeda dengan di
Indonesia, yang kebanyakan cenderung mengabaikan gejala-gejala kecil penyakit
kanker.
Sebab
itulah, penyuluhan atau pengenalan tentang kanker ke berbagai elemen masyarakat
sangat diperlukan, baik itu orang dewasa ataupun anak-anak. Mencegah tentu
lebih baik daripada mengobati. Jika dalam keluarga kita ada riwayat kanker,
baiknya memeriksakan diri secara berkala. Tak terkecuali bagi yang tidak ada
riwayat penyakit kanker. Selain faktor genetik, pola hidup dan pola makan juga bisa
menjadi penyebab terjadinya kanker.
Museum
Kanker Indonesia diresmikan pada tanggal 31 Oktober 2013. Museum ini bertempat di Jalan
Kayun No. 16-18, Surabaya. Museum Kanker Indonesia menyatu dengan kantor Yayasan
Kanker Wisnuwardhana (YKW). Masuk ke museum ini gratis. Bahkan, pemandu museum sangat aktif dan ramah memandu dari awal hingga akhir.
Selain
stoples-stoples yang berisi jaringan-jaringan berbagai jenis kanker, museum ini
juga dijadikan sebagai pengenalan deteksi dini penyakit kanker. Dari bagaimana
cara sarari (periksa payudara sendiri), proses pemeriksaan, dan pengobatan. Untuk
sarari, disediakan replika payudara di sebuah kotak. Pengunjung tinggal
memasukkan tangan dan menekan replika berbahan karet tersebut. Jika menemukan benjolan kecil seperti
kelereng, itulah benjolan yang mengindikasi adanya kanker.
Museum
ini juga memuat sejarah peyakit kanker, khususnya pengobatan pada zaman sebelum
Masehi. Saya hanya bisa meringis melihat gambar pembedahan tanpa bius oleh
manusia zaman itu. Pengunjung juga bisa melihat sel prakanker lewat mikroskop.
Saya
sarankan, kunjungilah Museum Kanker Indonesia ini sebagai sarana edukasi! Ajak
keluarga dan sahabat Anda untuk deteksi dini. Buanglah jauh-jauh sikap tak acuh
pada kondisi tubuh, apalagi ketakutan untuk periksa ke dokter. Semakin
terdeteksi lebih cepat, penyakit kanker pun akan lebih mudah diobati. Kesehatan,
kehidupan, dan kematian memang kuasa Allah. Tapi, menjaga dan merawat kesehatan
adalah kewajiban kita sebagai makhluk.
Ini dia si pemuda pemandu museum. Sssttt... dia baru kelas 3 SMA, lho. Pengetahuannya tentang kanker jempol, deh! Tempelkan kata-kata penuh harapan, doa, dan motivasi di "pohon" ini. (y) |
Oh,
ya, ada keunikan di museum ini. Sebelum memasuki ruangan museum, ada etalase
yang memajang beberapa buku tentang kanker. Nah, ada buku yang “nyempil” satu,
yakni buku kumpulan puisi. Di dekat kantin, juga dipajang novel 3 ini 1 yang
sangat unik. Keduanya karya pengelola yayasan.
Pengelola yayasan dan museum ini ternyata sangat berjiwa seni. Ada jadwal
pertunjukan seni dan sastra di setiap minggunya. Keren, bukan? Aih, kebetulan
saya dan sahabat saya datang tidak di waktu yang tepat. Mudah-mudahan saya bisa
ke Museum Kanker Indonesia lagi bersama sahabat-sahabat yang lain. ;)
Kover depannya lupa difoto. |
Info
lebih lengkap, baca di http://museumkankerindonesia.com/ atau silakan cari di Google. ;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar