“Bah, kenapa, sih, sungai di depan
gang itu dinamakan Sungai Guring?” tanyaku saat aku masih kelas 3 SD.
Aku sangat penasaran dengan nama itu. Guring
dalam bahasa Banjar artinya tidur. Masa sungainya tidur? Apa sungainya habis
minum obat tidur? Jangan-jangan dulu di sini ada pabrik obat tidur? Apa mungkin
Putri Tidur dulu tinggalnya di sungai itu? Imajinasiku meliar. Rasa penasaranku
hanya dibalas senyuman oleh Abah. Aku cemberut saja. Kata Mamak, dibanding
dengan tujuh saudaraku yang lain, aku anak yang paling “bawel” bertanya dan
berkomentar. Pantaslah, wong aku anak cerdas. (Ups! Skip!)
“Mau tahu ceritanya?”
Aku cuma mengangguk. Aku duduk bersila
sembari mengunyah dulinat buatan Mamak. Dulinat adalah kue yang terbuat dari parutan singkong, diisi gula merah, lalu digoreng.
“Sungai Guring ini sungai kecil.
Letaknya juga terpencil. Sungai ini nyambung ke Sungai Kelayan, Sungai Martapura, sampai Sungai Barito. Sebelum ada rumah-rumah, kampung kita ini hanyalah
hutan rawa yang penuh pohon rumbia. Saking terpencilnya, tempat ini dulu sering
dijadikan tempat persembunyian maling-maling. Awalnya, maling-maling itu kabur
membawa barang curian dengan naik jukung. Karena kecapaian, maling-maling itu
tertidur di dalam jukung hingga sampailah di ujung sungai yang sepi tidak ada
rumah satu pun. Sejak itu, sungai dan kampung ini dijadikan tempat
persembunyian para maling. Makanya, dinamakan Sungai Guring,” cerita Abang
panjang lebar.
“Oooh, begitu….” Aku manggut-manggut. Jukung itu semacam perahu tanpa mesin. Kalau yang pakai mesin, orang Banjar menyebutnya kelotok.
“Loh, kok mau-maunya dinamakan Sungai Guring. Kan sejarahnya jelek banget,” komentarku.
“Loh, kok mau-maunya dinamakan Sungai Guring. Kan sejarahnya jelek banget,” komentarku.
“Sungainya tidak pernah protes ini,”
jawab Abah sembari tertawa.
Betul juga. Memang sungai pernah bisa
protes diberi nama jelek dengan sejarah yang jelek pula? Memang sungai bisa
teriak “Aku tidak mau dikasih nama Sungai Guring!!!”? Hehe, ada-ada saja.
“Lah, terus sekarang masih ada
maling-maling yang sembunyi di kampung kita, Bah?” tanyaku lagi. Ngeri juga
kalau kampungku jadi sarang maling.
“Ya jelas tidak ada lagi. Kan sudah
banyak rumah. Sudah jadi kampung. Si maling juga bakal takut dikeroyok
orang-orang kampung,” kata Abah.
Revitalisasi Sungai Guring November 2015 kemarin. (sumber: di sini) |
Sekali lagi aku manggut-manggut.
Rupanya imajinasiku meleset semua. Tidak ada putri tidur, apalagi polisi tidur
(Kalau sekarang mah banyak polisi tidur di jalan-jalan). Tidak ada pabrik obat
tidur, apalagi pabrik obat pemusnah jomblo. Ingat, tidak ada itu! (Topiknya
mulai sensitif. Pletak!)
Begitulah sejarah Sungai Guring di
kampungku. Namun, sudah bertahun-tahun, Sungai Guring tak lagi tidur, melainkan
mati! Ya, sungai itu sudah mati. Hiks, betapa sedihnya hatiku ketika pulang
liburan kuliah sekian tahun lalu, yang tampak hanya sungai serupa selokan.
Miris, duh, miris banget. Tidak ada lagi jukung, tidak ada lagi kelotok, tidak
ada lagi anak-anak yang berenang, tidak ada lagi ikan-ikan, tidak ada lagi
ibu-ibu yang mencuci pakaian, bahkan tidak ada lagi jamban.
Dulu, cerita tentang maling itu awal
sejarah Sungai Guring. Sekarang, maling apakah yang membuat sejarah Sungai Guring mati?
Hmmm, bertanya sama Abah? Paling Abah cuma bernyanyi, “Tanyakanlah pada rumput
yang bergoyang.” Mungkin aku perlu bertanya pada jalan tol dan perumahan itu.
Tapi, mereka paling cuma menangis tersedu, “Pulangkan saja aku pada ibuku atau
ayahku.”
Ah, sudahlah, lama-lama semua lagu
jadul aku nyanyikan di postingan ini. Dududu….
Ini Dia Sejarah-sejarah Menarik di Indonesia
Oh guring itu artinya tidur, hehe. itu bahasa Banjar ya mbak. Aku baru tau.
BalasHapusSoal sungai yg mati, sekarangpun banyak sungai yg mati.. sedih, hiks.
Oh ya makasih ya mbak sudah ikutan giveaway di blogku. Peserta pertama nih.. :D
Hai, mbak mely. Sama2. Makasih juga sdah mampir. Smakin maju pmbangunan, sngai pun bnyak yg mngalah. :(
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusCerita yang menarik Mba Edib, dan jadi tahu beberapa kata bahasa Banjar :)
BalasHapusHabis makan, bawaannya pengen guring heheheh
Makannya nasi goreng. Klop jadinya, Wan. :v
HapusMakasih sudah mmpir. ;)
duhhh aku paling sedih kalo liat sungai mati..huhuu
BalasHapuspengen rasanya nyiptain alat pembersih sampah di dasar sungai gitu
Hiks hika, rasanya nyesek, mbak. :3 makasih udah mampir. :)
HapusDulinat nama internasionalnya misro. :v
BalasHapusDari kemarin ngingetin bhasa intrnasional itu, wid. :v misro, catet!
HapusDulinat nama internasionalnya misro. :v
BalasHapusOhhh...di Banjar ada juga ya Sungai Guring.. Sama kayak di palembang ada juga Sungai Guring tepatnya di kelurahan 1 Ulu..
BalasHapusHai, Mbak Rita. Wah, sama, ya. Kalau di Palembang, "guring" artinya apa, Mbak? ^_^
Hapusguring. sekarang mati. kasihan ya. sungai-sungai tak lagi menangis mbak. sudah pada ga ada airnya. jangan-jangan besok-besok sungai tinggal sejarah. jadi nama jalan doang.
BalasHapusHiks,menyedihkan, ya.... :(
Hapuswah, sungai guring ternyata juara, selamat ya :)
BalasHapus