Tuhan, alam, dan manusia adalah satu
kesatuan yang tak pernah bisa lepas. Apa yang terjadi di alam pasti Tuhan turut
serta di dalamnya, pasti manusia juga termasuk pelakonnya. Berbicara tentang
gerhana matahari ataupun gerhana bulan, tentu tak lepas dari tradisi, budaya,
dan mitos. Siapakah yang menciptakan mitos? Apa kaitannya dengan tradisi dan
budaya? Apakah pantas ciptaan Tuhan, khususnya gerhana, dimitoskan?
Mitos sudah menjadi warna dalam hidup
manusia. Selogis apa pun pikiran dan prinsip Anda, mitos akan terus mengiringi
perjalanan hidup. Hidup itu imajinasi. Imajinasi itu mitos. Mitos itu kembali
ke alam. Alam ciptaan Tuhan. Kenapa daun putri malu mengatupkan daunnya ketika
disentuh? Dari namanya saja sudah jelas berawal dari mitos. Ini mungkin analisa
saya yang bodoh. Tapi, begitulah kenyataannya. Wong sejak kita masih berbentuk
janin saja, kita telah hidup dengan mitos karena ibu yang ngidam minta ini itu.
Ada yang tahu suku Dayak? Kelewatan
banget jika tidak tahu. Sebagai
orang suku Banjar (Banjar di Kalimantan Selatan, ya, bukan Banjar di Bali), bagi saya suku Dayak adalah
keluarga. Banjar dan Dayak bersaudara tidak hanya karena satu tempat tinggal di Pulau Kalimantan,
melainkan ada budaya dan sejarah yang mengikatnya secara emosional.
Suku Dayak dikenal sebagai suku yang
setia pada alam. Saking setianya, sebelum modernisasi memasuki kawasan mereka
di pedalaman, mereka enggan menerima pembaruan budaya dari luar. Saking
setianya lagi, mereka enggan meninggalkan hutan dan pegunungan, tempat tinggal
mereka hidup. Meskipun sudah banyak orang Dayak yang hidup di kota dan
berpendidikan tinggi, mereka tidak pernah melupakan muasal sebagai orang Dayak
yang mencintai alam.
Orang Banjar biasa menyebut suku Dayak
dengan “orang bukit”. Suku Dayak atau “orang bukit” ini seperti pahlawan yang
sakti bagi orang Banjar. Ketika hutan-hutan mulai gundul, lahan tambang mulai
dibuka, selalu ada orang Banjar yang berkata, “Tunggu saja orang bukit nanti
turun.” Menurut cerita orang tua dan menurut sejarah, suku Dayak sangat
berperan penting dalam melawan penjajah. Pahlawan Banjar dan Dayak sama-sama
berjuang menumpas penjajah. Inilah mengapa Banjar dan Dayak itu satu kesatuan
yang tak terpisahkan.
Sumber: victorkelonco21.blogspot.co.id |
Kepercayaan dan cerita tentang gerhana
di kalangan suku Dayak sangat banyak. Ada satu cerita yang sedikit mirip dengan
cerita rakyat di Bali. Gerhana bulan dan gerhana matahari terjadi karena
bulan/matahari ditelan oleh makhluk gaib bernama Ruhu. Saat terjadi gerhana
bulan atau gerhana matahari, suku Dayak biasanya memukul lesung dengan alu.
Memukulnya tidak asal pukul, melainkan dengan irama. Beberapa juga ada yang
menyanyikan syair-syair kisah kepahlawanan atau yang disebut mansana.
Suku Dayak juga percaya gerhana bulan
dan matahari adalah berkah bagi kehidupan. Seperti halnya manusia, menurut suku
Dayak, pohon juga mempunyai ruh (dalam bahasa Dayak, ruh disebut gana). Jadi,
saat terjadi gerhana, masyarakat Dayak memukul-mukul pohon yang tidak berbuah
agar si gana bangun dan berharap pohon pun berbuah. Tidak ada yang salah
dengan tradisi jika kita bisa mengambil intisari hikmahnya. Tradisi memukul
pohon ini sebagai simbol bahwa tidak
ada yang tidak berguna dalam hidup ini. Pohon yang enggan berbuah pasti berbuah
pada waktunya.
Suku Dayak terkenal dengan
minyak-minyak yang berkhasiat dan senjata-senjata yang sakti. Bagi mereka,
minyak-minyak dan senjata-senjata (salah
satunya mandau) itu adalah harta pusaka yang harus
dirawat dan jika ada keperluan mendesak saja baru digunakan. Mereka percaya
waktu yang tepat untuk mengeluarkan dan “membersihkan” minyak dan senjata itu saat
terjadi gerhana bulan dan matahari. Menurut suku Dayak, minyak-minyak itu akan
bertambah khasiatnya jika diletakkan di bawah sinar gerhana bulan/matahari. Tradisi “menjemur” benda-benda pusaka itu biasanya
juga disertai pembakaran dupa.
Gerhana bulan dan matahari adalah
momentum bagi orang Dayak untuk mengajarkan anak-anak tangguh dan kuat. Ada
tradisi yang sangat unik saat terjadi gerhana. Anak-anak disuruh mencari utin
tingen atau duri alang-alang. Menurut suku Dayak, memakan duri alang-alang yang sangat kecil
itu akan membuat anak-anak lebih cerdas. Ada nilai yang sangat mendidik di
dalam tradisi ini. Anak-anak disuruh mencari benda sekecil duri itu tidak lain
untuk melatih anak-anak agar ulet dan tidak gampang menyerah. Memakan duri bisa
melatih anak kuat mental dan terbiasa melawan rasa sakit. Gerhana bulan dan
gerhana matahari memang hanyalah fenomena alam, tapi dengan tradisi ini,
diharapkan anak-anak tidak hanya hidup berpangku tangan, melainkan terus hidup
menjadi yang lebih baik.
Tentu masih banyak lagi
tradisi-tradisi yang berkaitan dengan gerhana di daerah lain di Indonesia.
Tradisi-tradisi itu harus tetap dilestarikan agar jangan sampai punah. Apalagi
Gerhana Matahari Total (GMT) yang akan terjadi pada tanggal 9 Maret 2016 nanti
adalah Gerhana Matahari Total setelah tahun 1995.
Menyaksikan Gerhana Matahari Total
tahun ini adalah impian saya. Sebenarnya saya berharap bisa pulang kampung
tepat saat gerhana matahari nanti. Di beberapa daerah di Kalimantan juga
diadakan pesta budaya, seperti di Amuntai, Paringin, Tanjung (Kalsel),
Palangkaraya (Kalteng), Balikpapan (Kaltim), dan kota lainnya. Tapi, pulang
kampung perlu dana yang tidak sedikit. Hiks! Mudah-mudahan lewat tulisan di
blog ini, saya bisa menjadi Laskar Gerhana dan menyaksikan Gerhana Matahari
Total tahun ini.
Saya jadi teringat
“ketakutan-ketakutan” yang ditularkan oleh orang tua pada waktu kecil dulu.
Kata orang tua, kita tidak boleh keluar rumah ketika terjadi gerhana. Nanti mata bisa
buta, katanya. Dulu saya tidak menolak perintah itu. Jadi, selama gerhana
matahari (dulu waktu SD tahun 1995), saya dan saudara-saudara cuma melaksanakan shalat
gerhana di rumah. Katanya lagi, berdoalah yang banyak agar tidak ada bencana.
Beranjak dewasa, saya banyak mendapat
informasi tentang gerhana matahari dan bulan. Ternyata gerhana tidak
semenyeramkan itu. Oke, berdoa kapan pun dan di mana pun memang harus
dilakukan. Shalat gerhana juga disunahkan bagi yang beragama Islam. Namun, gerhana
adalah fenomena alam yang harus dinikmati sama seperti menikmati turunnya salju
di luar negeri. Bagaimana caranya? Kunjungilah daerah-daerah yang dilewati Gerhana
Matahari Total di Indonesia, seperti Palembang, Lubuk Linggau, Toboali, Koba,
Manggar, Belitung, Bangka, Tanjung Pandan, Palangkaraya, Balikpapan, Sampit,
Palu, Poso, Ternate, Tidore, Sofifi, Jailolo, Kao, dan Maba.
Sumber: di sini |
Daerah-daerah di Indonesia yang
dilewati GMT itu diperkirakan akan dipenuhi wisatawan lokal maupun mancanegara.
Masing-masing Dinas Pariwisata telah menyiapkan acara budaya sejak jauh-jauh
hari. Salah satu
kota yang mengadakan pesta budaya dalam rangka menyambut Gerhana Matahari Total
adalah Belitung. Tidak tanggung-tanggung, Pemkab Belitung mengadakan Festival
Gerhana selama tiga hari berturut-turut (7-9 Maret 2016), dilanjut kegiatan
lainnya hingga bulan April 2016. Wow banget! Festival ini akan disemarakkan
berbagai pertunjukan kebudayaan. Lokasi utama pengamatan GTM adalah Pantai
Tanjung Layang. Tidak hanya pertunjukan budaya saja, wisatawan juga akan
dimanjakan dengan kegiatan touring sepeda menjelajah tempat-tempat
wisata “negeri laskar pelangi” itu.
Daerah-daerah
lain pun tidak ketinggalan mengadakan acara budaya bertepatan dengan terjadinya
Gerhana Matahari Total. Yuk, berwisata menikmati fenomena alam sembari turut
menghidupkan terus budaya Nusantara. GMT bukanlah hal yang ditakutkan jika kita tahu cara menikmatinya. Jangan
lupa harus mempersiapkan kacamata khusus untuk melindungi mata. Saat
sebelum dan sesudah matahari tertutup bulan, paparan matahari sangat
tinggi dan bisa merusak mata. Kacamata khusus itu memiliki Neutral
Density 5 yang berguna meredam cahaya matahari.
Keren, bukan? Tidak hanya keren, tapi
juga bernilai positif. Dengan semarak GMT, kita bangkitkan budaya dan
pariwisata Indonesia. Ingat,
Gerhana Matahari Total ini sangat langka dan akan terjadi lagi pada tahun 2023
nanti. Tidak perlu pikir panjang, tentukan destinasi wisata Anda sekarang.
Sumber referensi:
http://news.detik.com/berita/3143494/pemkab-belitung-bersiap-diserbu-7000-turis-gerhana
http://travel.detik.com/read/2016/02/10/075000/3138148/1048/tips-menonton-gerhana-matahari-total-bareng-keluarga
Nice info...
BalasHapusMakasih, Mbak Gita.;)
HapusOh begini ya bikinnya. Hahaha
BalasHapus