Selasa, 15 Maret 2016, untuk
kali pertama saya memasuki area Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Wirogunan,
Yogyakarta. Lapas kelas IIA ini terletak di kawasan Tamsis (Taman Siswa). Terus terang
rasanya deg-degan dan penasaran. Saya penasaran ingin melihat secara langsung lapas yang menampung 300-an warga binaan (sebutan untuk narapidana) itu. Terakhir berkunjung ke lapas tahun 2006, saat
membesuk seorang teman di Lapas Teluk Dalam, Banjarmasin.
Koordinator PMK ke-37, Kepala Lapas Wirogunan, dan Jenderal PMK. (photo by Sulis Bambang) |
Sangat beruntung road show
Puisi Menolak Korupsi (PMK) ke-37 kali ini diadakan di Lapas Wirogunan. Salut
dengan koordinator acara, Pak Rbe Pramono, berhasil berkoordinasi dengan pihak
lapas. Mengadakan acara di lapas oleh orang luar tidaklah gampang.
Apakah gerangan yang menyebabkan kepala lapas, Pak Zaenal Arifin, mengizinkan laskar PMK
mengadakan road show di sana? Jawabannya adalah: Sastra! Ya, sastralah
yang membuat hati orang luluh. Sastralah yang menyatukan kesamaan pikiran,
perasaan, dan tekad setiap orang. Tak peduli perbedaan jabatan, agama, suku,
keyakinan, sastra adalah pemersatu jiwa bangsa yang mempunyai tujuan yang sama,
yakni kedamaian.
Kepala Lapas Wirogunan, Pak Zaenal Arifin,memberikan sambutan. (photo by Sulis Bambang) |
Berdasarkan cerita Pak Rbe
Pramono, Kepala Lapas Wirogunan adalah orang yang cinta seni dan sastra.
Begitu juga beberapa petugas lapas lainnya. Pak Rbe Pramono menceritakan proses
sebelum mencoba menawarkan road show PMK 37 di Lapas Wirogunan. Beliau
sudah mencoba menawarkan ke beberapa kampus, tapi sayang, ditolak oleh pihak
dekan. Takdir sudah tertulis. Para laskar PMK—para penyair dari beberapa kota—melakukan
terobosan baru. Berpuisi tentang korupsi dan tanah air di Lapas Wirogunan.
Pukul 08.30 pagi, para laskar
PMK dan beberapa mahasiswa segera beranjak dari Wisma Pengayoman ke Lapas
Wirogunan. Petugas lapas sangat ramah dan welcome. Setelah menyerahkan
KTP (ternyata cuma satu orang perwakilan yang menyerahkan KTP) dan diberi nomor
pengunjung, laskar PMK pun dipersilakan masuk. Sebelumnya laskar PMK menitipkan
tas di loker-loker yang disediakan. Awalnya, sudah dingatkan tas dan handphone
tidak boleh dibawa masuk. Tapi, kepala lapas sangat baik dan pengertian.
Karena kami perlu handphone untuk dokumentasi, kepala lapas memperbolehkan
kami membawa handphone ke tempat acara. Alamak! Handphone saya
tinggal di wisma karena saya berpikir tidak mungkin juga bakal bisa foto-foto. Aih,
nasiiib!
Diskusi tentang korupsi. Heru Mugowarso, Zaenal Arifin, dan seorang warga binaan kasus korupsi. (photo by Sulis Bambang) |
Ketika memasuki aula, kami
disambut musik dan alunan lagu. Terdengar suara merdu seorang petugas lapas.
Gitar, drum, dan keyboard dimainkan oleh tiga orang warga binaan. Di aula, para
warga binaan berjejer duduk dengan berkaus biru muda. Pertama saya melihat
wajah mereka, dalam hati saya berucap, Mereka ini orang berpendidikan semua.
Air muka mereka menampakkan hal seperti itu.
Pak Imam dan Mbak Windu, dua
laskar PMK, turut bernyanyi. Dilanjutkan pembukaan dan sambutan oleh Pimpinan
Lapas Wirogunan dan jenderal PMK (Sosiawan Leak). Kemudian, ada pembacaan puisi
oleh dua orang warga binaan yang cantik, salah satunya dipenjara karena kasus
korupsi. Dengan suara tegas dan lantang, mereka mendeklamasikan puisi. Para
laskar PMK juga tidak ketinggalan membaca puisi. Ada yang berdeklamasi, ada
yang berlakon dengan wayang, ada yang berpuisi sembari berdendang. Puisi memang
nikmat diekspresikan lewat seni apa saja.
Puisi itu candu. Mendeklamasikan "Sajak Palsu" karya Agus R. Sarjono. (photo by Sulis Bambang) |
Pembacaan puisi dijeda sejenak.
Ada sesi diskusi tema korupsi dengan pembicara Pak Heru Mugiarso (pencetus
PMK), Pak Zaenal Arifin (Kepala Lapas Wirogunan), dan seorang warga binaan kasus korupsi yang
merupakan mantan pejabat Trans Jogja. Diskusi berjalan singkat, padat, tepat
sasaran, dan tidak berbelit-belit. Selain karena waktu yang terbatas (acara
dibatasi cuma sampai pukul 12.00 WIB), menurut saya juga diskusi itu tidak
perlu waktu panjang.
Banyak pelajaran dan pengalaman
yang didapatkan setelah acara diskusi. Jika sebelumnya saya berpuisi hanya
bersumber pada pemberitaan kasus korupsi di berbagai media, kali ini saya
mempunyai sumber langsung dari seorang tersangka korupsi. Jadi, informasi
tentang kasus korupsi didapatkan dari berbagai sudut pandang. Memang seperti
itu sebenarnya. Sekarang informasi lewat media online sangat gampang
kita dapatkan, tapi secara tidak sadar kita kehilangan akses informasi secara
langsung dan berimbang.
Puji, seorang warga binaan kasus korupsi membacakan puisi. (photo by Sulis Bambang) |
Saat acara dilanjutkan dengan
pembacaan puisi dan suguhan lagu, ada yang mencolek bahu saya dari belakang.
Seorang gadis cantik dan berambut lurus menyapa, "Mbak, tadi saya
membaca puisi Mbak di buku puisi yang tebal itu."
"Buku PMK?" tanyaku.
"Iya, Mbak yang asal
Banjarmasin, kan?" tanya dia.
"Iya, benar."
Kami berkenalan. Sebut saja namanya Bunga. Umurnya 19 tahun.
“Kamu kena kasus apa jadi
dipenjara?” tanyaku, penasaran.
"Mbak tahu masalah hello
kitty? Itu kasus tato?" tanyanya.
"Duh, saya kudet nih,"
kataku sambil sengar-sengir.
"Itu lho, Mbak, kasus tato
yang sama gambarnya, hello kitty."
Bunga menjelaskan kasusnya
secara detail. Bermula saling klaim keorisinilan tato gambar hello kitty.
Namanya masih usia remaja, saling hujat dan saling caci pun terjadi di media
sosial. Nahasnya, konflik mereka berlanjut ke kekerasan fisik. Dia dan delapan
orang temannya terlibat kasus itu. Sebagian ditahan, ada juga tersangka yang
jadi DPO (Daftar Pencarian Orang) sampai sekarang. Kasus itu sendiri terjadi
tahun 2015. Setelah menjalani proses persidangan kurang lebih tujuh bulan, Bunga
resmi ditahan dengan masa hukuman 4 tahun sekian bulan. Saat itu Bunga masih
kelas 3 SMA dan jelang UAN.
Bunga juga menceritakan
bagaimana proses penangkapannya. Dia dicegat di jalan, dan dibawa ke kantor
polisi. Orang tuanya tidak tahu waktu dia ditangkap.
"Saya benar-benar
menyesal, Mbak. Nggak menyangka akan menjadi kasus," ucapnya lirih.
"Terus, sekolah kamu
gimana?"
"Saya bisa ujian susulan,
Mbak," ucapnya dengan penuh semangat.
Dia juga menyampaikan
keinginannya. Setelah keluar dari penjara, Bunga akan melanjutkan kuliah. Duh,
rasanya ingin menangis. Tapi, saya melihat dia begitu
semangat untuk menjadi manusia yang lebih baik.
"Kegiatan di lapas gimana?
Kamu bisa menikmatinya?"
"Di sini banyak kegiatan,
Mbak. Dinikmati aja," ucapnya sambil tersenyum.
"Eh, yang hadir di sini
pilihan atau kemauan sendiri?" tanyaku lagi.
"Dipilih sama petugas,
Mbak."
Oh, pantaslah. Terlihat ketika
acara berlangsung, mereka menikmati acara. Di sebelah Bunga, duduk seorang
perempuan yang terjerat kasus aborsi. Kami sempat berbincang. Dia mengaborsi kehamilannya saat kuliah di semester kelima. "Beberapa bulan lagi saya bebas, Mbak," ucapnya, tersenyum semringah.
Hidup ini begitu terjal dan
penuh kelokan, adik-adik yang cantik. Kita memang tidak bisa menebak apa yang
terjadi di depan. Apakah kita terjerembap, berhenti di persimpangan, atau terombang-ambing di tengah jalanan. Yang jelas, hari ini adalah saat yang tepat untuk
memulai dan menata hidup. Setiap orang punya sisi kelam, setiap orang punya sisi yang
penuh penyesalan, namun setiap orang juga punya harapan dan impian. Teruslah
menjadi manusia yang lebih baik.
Laskar PMK dan pihak lapas selesai acara. (photo by Herman Hesse) |
Acara PMK berjalan lancar.
Acara yang dijadwalkan hanya sampai jam dua belas, ternyata baru selesai pukul
12.40 WIB. Kami kembali ke wisma. Laskar PMK lain masih asyik bercengkerama
dengan sangat akrab dan hangat. Saya sendiri harus pulang dan masuk kantor
pukul 13.00 WIB. Sayang, tidak bisa berbincang lebih lama dengan teman-teman
penyair PMK.
Para mahasiswa dan warga binaan antusias mengikuti acara. (photo by Sulis Bambang) |
Ini kali keempat saya mengikuti
road show PMK. Kali pertama saya ikut road show di Jakarta (TIM
dan TMII) tahun 2015 kemarin, dilanjutkan road show ke Jember dan
Banyuwangi. Suasana yang hangat dan penuh persaudaraan (padahal baru pertama kali
bertemu) benar-benar membuat saya tidak menyesal ikut lagi. Bahkan, bisa dibilang
saya kecanduan. Puisi itu candu. Kecanduan berpuisi, kecanduan kumpul-kumpul
berbicara tentang kehidupan bangsa, sosial, dan masyarakat, kecanduan berbuat
hal positif untuk tanah air.
Terima kasih, teman-teman
laskar PMK! Satu hati untuk negeri! Satu hati menolak korupsi!
Jogja,
160316
saya sepertinya sempat tau kasus hello kitty itu. memang menyedihkan kasusnya, ya
BalasHapusIya, Mbak. Kebanyakan tersangkanya masih usia belasan. :(
HapusBravo mbak Lathifah. Saya tidak menyangka acara ini diliput dan disiarkan oleh banyak media.
BalasHapusMari terus bergerak dalam satu hati menolak korupsi.
Bravo mbak Lathifah. Saya tidak menyangka acara ini diliput dan disiarkan oleh banyak media.
BalasHapusMari terus bergerak dalam satu hati menolak korupsi.
Terima kasih, Pak Pram. :) Satu hati untuk negeri!
Hapus