Sebenarnya sangat ingin ikut Give Away
Mbak Maya Siswadi jauh sebelum deadline tanggal 25 Maret besok. Tapi, rasanya
ingin sekali menulis saat mudik. Ya, tulisan ini saya tuliskan di kota
kelahiran, Banjarmasin. Alhamdulillah, akhirnya mudik dan temu kangen dengan
keluarga dan tentu saja temu kangen dengan makanan khas Banjar. Sudah setahun
saya bekerja di Yogyakarta. Siapa pun pasti tahu, betapa bejibunnya makanan dan
jajajan kaki lima di sana. Namun, lagi-lagi kata hati menuntun saya harus
menulis tentang makanan khas Banjar. ^_^
Kamis, 24 Maret 2016, pukul 14.35 WIB
saya mendarat di Bandara Syamsuddin Noor. Sudah sejak beberapa hari sebelumnya,
saya berniat sorenya langsung “keluyuran” di jalanan, berburu jajanan kaki lima
di sepanjang Jalan A. Yani km. 4 (daerah sekitar tempat tinggal ortu). Dari jauh hari, adik bungsu sudah saya “sewa” jadi
tukang ojek. Kakak durhaka, inilah saya. :v
Awalnya saya bingung mendengar kata
“jajanan kaki lima”. Jajanan, menurut saya, identik dengan kue, penganan,
camilan, atau makanan ringan, bukan makanan berat. Namun, sepertinya makna
“jajanan” ini jadi luas sekali. Misalnya, saya pernah hadir di acara Festival
Jajanan B*ngo. Nah, yang disajikan di festival itu ternyata lebih banyak makanan
berat daripada makanan ringan. Saya pun meyimpulkan, makna “jajanan” tidak lagi
sempit, tapi sudah diperluas. Sama seperti penggunaan kata “ikan” yang
diperluas tidak hanya khusus ikan yang bisa berenang itu, tapi juga ikan dalam
artian lauk. Ikan tempe, misal.
“Kaki lima”. Siapa pun pasti tahu apa
itu pedagang kaki lima. Bukan berarti penjualnya punya lima kaki. Sesuai KBBI,
“pedagang kaki lima” bermakna “pedagang yang berjualan di serambi muka (emper)
toko atau di lantai tepi jalan.” Jadi, pedagang kaki lima adalah pedagang yang
tidak mempunyai toko secara permanen, yang berjualan di tepi jalan, dan yang
bisa berjualan berpindah-pindah tempat.
Oke, saya kira sudah paham semua apa
itu jajanan kaki lima. Sekarang, saatnya eksekusi. Dari belasan pedagang kaki
lima di area Jalan A. Yani, saya mengulas lima jajanan yang sepertinya menjadi
favorit masyarakat Banjarmasin. Jajanan apa sajakah itu?
1. Bingka
Kue khas Kalimantan Selatan ini salah satu jajanan primadona orang Banjar. Bentuknya ada yang bulat kecil, ada pula yang sebesar piring (biasanya bentuk bunga). Dulu, bingka cuma ada rasa gula merah dengan toping tahi lala. Jangan ilfil dulu. Tahi lala adalah sari santan dengan rasa gurih dan berminyak. Sekarang, rasa bingka mulai bervariasi. Ada rasa tape ketan, pandan, cokelat, keju, labu, kentang, dan sebagainya.
Waktu saya kecil, kue dengan rasa manis dan berminyak ini sering saya beli di penjaja kue yang lewat di depan rumah. Sekarang bingka banyak dijual di pinggir jalan. Biasanya pagi dan sore hari. Kue bingka ini saya beli di Jl. A. Yani km. 4. Buka sekitar jam 4 sore. Harga 1 bingka Rp 1.500.
2. Ronde dan Bubur Kacang Hijau
Mendengar kata ronde, saya selalu teringat sosok bapak tua penjual ronde yang sering lewat di depan rumah. Langkah kakinya sangat cepat sehingga kalau aku dan keluarga ingin membelinya, harus siap-siap menunggu di depan rumah.
Ciri khas ronde di Banjarmasin adalah memakai campuran gabin, bukan roti seperti wedang ronde yang saya makan di Yogyakarta. Sayangnya, sudah tiga tahun ini, si bapak penjual ronde tidak pernah lewat lagi di depan rumah. Sejak itu, kami sering beli ronde di kawasan Jl. A. Yani km. 4,5 atau di kawasan Ratu Jaleha. Buka jam 4 sore. Harganya mulai Rp 5.000/porsi.
Sepertinya ronde tidak terpisah dengan kacang hijau. Entahlah, ada apa gerangan hubungan keduanya, apakah saudara sepupu, sepasang kekasih, atau... Cut! Saya mulai ngaco.
3. Mi Bancir
Jauh sebelum seorang chef lulusan Master Chef asal Kalimantan Selatan membuka rumah makan dengan menu mi bancir, kami sekeluarga sudah berlangganan mi bancir di Warung Gardu Induk Jl. A. Yani km. 4,5. Warung ini buka dari jam 4 sore. Harga seporsi mi bancir Rp 10.000.
Bancir (bahasa Banjar) dalam bahasa Indonesia artinya banci. Tahu, kan, apa banci? Dinamakan mi bancir karena dimasak dengan cara digoreng dan diberi kuah. Jadi, tidak jelas statusnya apa mi rebus atau mi goreng. Yang jelas, cintaku sama kamu jelas, kok. Beneran! #dilemparwajan.
4. Ketupat Kandangan dan Nasi Kuning
Ketupat Kandangan dan nasi kuning adalah menu primadona orang Banjar. Biasanya, ketupat Kandangan dan nasi kuning banyak dijual di warung-warung pinggir jalan saat pagi hari. Waktu masih sekolah, nasi kuning menjadi menu sarapan favorit. Tinggal beli di warung pinggir jalan, yang hanya dalam waktu dua jam sudah habis. Ciri khas nasi kuning dan ketupat Kandangan adalah ikan gabus atau haruan.
Meskipun sangat enak, ketupat Kandangan buat sarapan jelas sangat berbahaya buat orang yang kolesterolnya bermasalah sebab kuah santalnya yang sangat kental. Waktu SMA, aku sering beli nasi kuning atau ketupat Kandangan di Jl. A. Yani km. 5. Harganya sekitar dari Rp 10.000-15.000.
5. Apam Peranggi
Apam banyak jenisnya di Kalimantan Selatan. Ada apam batil, apam Barabai, apam peranggi, dan masih banyak lagi. :D Bahasa daerah lain disebut apem.
Sebenarnya dari semua jenis apam, yang paling saya suka apam batil yang dimakan dengan kuah gula merah. Apam batil banyak dijual di Jl. A. Yani km. 7, apalagi di Pasar Ahad pagi Minggu.
Tadi saya beli apam peranggi di Jl. A. Yani km. 6. Sama dengan pedagang kaki lima lain, warung ini buka mulai jam 4 sore. Harganya Rp 1.500. Apam ini dimasak dengan cara dipanggang. Rasanya manis dengan tekstur merekah.
Mengulas makanan atau jajanan memang tidak ada habisnya. Kalau urusan perut memang tidak ada kata puas, ya. :D Lain waktu alias lain postingan, akan saya ulas lagi makanan atau jajanan lainnya. Bye bye!
Bjm, 240316
"Tulisan ini diikutsertakan dalam Advencious dan Jengsri First Giveaway"
1. Bingka
Kue khas Kalimantan Selatan ini salah satu jajanan primadona orang Banjar. Bentuknya ada yang bulat kecil, ada pula yang sebesar piring (biasanya bentuk bunga). Dulu, bingka cuma ada rasa gula merah dengan toping tahi lala. Jangan ilfil dulu. Tahi lala adalah sari santan dengan rasa gurih dan berminyak. Sekarang, rasa bingka mulai bervariasi. Ada rasa tape ketan, pandan, cokelat, keju, labu, kentang, dan sebagainya.
Fuza dan Shafa langsung memilih bingka. "Aku yang hijau," ucap Fuza. "Aku yang kuning," kata Shafa. ;) |
Waktu saya kecil, kue dengan rasa manis dan berminyak ini sering saya beli di penjaja kue yang lewat di depan rumah. Sekarang bingka banyak dijual di pinggir jalan. Biasanya pagi dan sore hari. Kue bingka ini saya beli di Jl. A. Yani km. 4. Buka sekitar jam 4 sore. Harga 1 bingka Rp 1.500.
2. Ronde dan Bubur Kacang Hijau
Mendengar kata ronde, saya selalu teringat sosok bapak tua penjual ronde yang sering lewat di depan rumah. Langkah kakinya sangat cepat sehingga kalau aku dan keluarga ingin membelinya, harus siap-siap menunggu di depan rumah.
Ciri khas ronde di Banjarmasin adalah memakai campuran gabin, bukan roti seperti wedang ronde yang saya makan di Yogyakarta. Sayangnya, sudah tiga tahun ini, si bapak penjual ronde tidak pernah lewat lagi di depan rumah. Sejak itu, kami sering beli ronde di kawasan Jl. A. Yani km. 4,5 atau di kawasan Ratu Jaleha. Buka jam 4 sore. Harganya mulai Rp 5.000/porsi.
Sepertinya ronde tidak terpisah dengan kacang hijau. Entahlah, ada apa gerangan hubungan keduanya, apakah saudara sepupu, sepasang kekasih, atau... Cut! Saya mulai ngaco.
3. Mi Bancir
Jauh sebelum seorang chef lulusan Master Chef asal Kalimantan Selatan membuka rumah makan dengan menu mi bancir, kami sekeluarga sudah berlangganan mi bancir di Warung Gardu Induk Jl. A. Yani km. 4,5. Warung ini buka dari jam 4 sore. Harga seporsi mi bancir Rp 10.000.
Bancir (bahasa Banjar) dalam bahasa Indonesia artinya banci. Tahu, kan, apa banci? Dinamakan mi bancir karena dimasak dengan cara digoreng dan diberi kuah. Jadi, tidak jelas statusnya apa mi rebus atau mi goreng. Yang jelas, cintaku sama kamu jelas, kok. Beneran! #dilemparwajan.
4. Ketupat Kandangan dan Nasi Kuning
Ketupat Kandangan dan nasi kuning adalah menu primadona orang Banjar. Biasanya, ketupat Kandangan dan nasi kuning banyak dijual di warung-warung pinggir jalan saat pagi hari. Waktu masih sekolah, nasi kuning menjadi menu sarapan favorit. Tinggal beli di warung pinggir jalan, yang hanya dalam waktu dua jam sudah habis. Ciri khas nasi kuning dan ketupat Kandangan adalah ikan gabus atau haruan.
Meskipun sangat enak, ketupat Kandangan buat sarapan jelas sangat berbahaya buat orang yang kolesterolnya bermasalah sebab kuah santalnya yang sangat kental. Waktu SMA, aku sering beli nasi kuning atau ketupat Kandangan di Jl. A. Yani km. 5. Harganya sekitar dari Rp 10.000-15.000.
5. Apam Peranggi
Apam banyak jenisnya di Kalimantan Selatan. Ada apam batil, apam Barabai, apam peranggi, dan masih banyak lagi. :D Bahasa daerah lain disebut apem.
Sebenarnya dari semua jenis apam, yang paling saya suka apam batil yang dimakan dengan kuah gula merah. Apam batil banyak dijual di Jl. A. Yani km. 7, apalagi di Pasar Ahad pagi Minggu.
Tadi saya beli apam peranggi di Jl. A. Yani km. 6. Sama dengan pedagang kaki lima lain, warung ini buka mulai jam 4 sore. Harganya Rp 1.500. Apam ini dimasak dengan cara dipanggang. Rasanya manis dengan tekstur merekah.
Mengulas makanan atau jajanan memang tidak ada habisnya. Kalau urusan perut memang tidak ada kata puas, ya. :D Lain waktu alias lain postingan, akan saya ulas lagi makanan atau jajanan lainnya. Bye bye!
Bjm, 240316
"Tulisan ini diikutsertakan dalam Advencious dan Jengsri First Giveaway"
Jadi ngiler liat makanan di pagi hari. Hiihii. Mba, teryata makanan banjar banyak juga ya. Unik ya masing-masing daerah :)
BalasHapusIya, Mbak, masing2 daerah pasti unik masakannya. ;)
HapusAku kepengin banget makan kue bingka yang legit ini, hehehe, belum pernah kesampaian
BalasHapusMoga cepet kesampaian, mbak. ;)
HapusYa ampun, indonesia memang kaya banget ya Mak kekayaan kulinernya.. Mudah-mudahan suatu saat bisa main ke banjarmasin, ngiler liat mi bancirnyaaa
BalasHapusAmiiin. ;) harus coba kuliner satu itu, mbak. ;)
HapusMi bancir dan ketupat kandangan.
BalasHapusHmmm
kalau ke Banjar, ajak-ajak saya yaa edib :)
BalasHapusKalau urusan makanan tradisional. Hampir semua makanan tradisional di Indonesia, asal halal dan baik, biasanya saya suku. Maklumlah, saya tidak biasa pilih. Seperti makanan yang ada di Banjar ini.
BalasHapusTerakhir berkunjung ke Banjar 16 tahun yang lalu. Pingin deh ke Banjar lagi. Apalagi kalo ada yang ngajak. Hahaha....