Topik Masyarakat Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community menghangat sejak tahun 2015. Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tak terlepas
dari perkembangan teknologi, pengetahuan, dan keterampilan masyarakat di dunia.
Persaingan akan semakin terasa, terutama bagi para sarjana yang sedang mencari
kerja.
Sumber: slcmarketinginc.com |
Saya pikir, rakyat Indonesia mesti lebih siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN. Jika selama ini masih banyak masyarakat yang beranggapan ijazah itu nomor satu, mulai sekarang buang jauh pikiran itu. Jika selama ini terjebak pikiran seorang sarjana lebih baik jadi PNS, buang jauh-jauh pikiran itu. Mengapa? Zaman sekarang, yang dicari adalah kualitas sumber daya manusia atau keterampilan. Ijazah sarjana tentu penting, tapi harus ditunjang oleh peningkatan sumber daya manusia.
Memang, lulus kuliah dengan IP bagus
sama sekali tidak menjamin kualitas seseorang. Apalagi dengan berkembangnya
teknologi dan media komunikasi, menjadi seorang sarjana harus punya keahlian
dan keterampilan yang mumpuni. Dihadapkan pada persaingan kerja, membuat para
mahasiswa harus terlatih bersaing sejak awal.
Dengan adanya keterampilan dan
keahlian, daya konsumtif masyarakat pun berkurang. Seperti diketahui bersama,
Indonesia termasuk negara berkembang dengan daya konsumtif tinggi. Banyak
barang impor yang masuk ke Indonesia, sedangkan sedikit sekali barang ekspor
Indonesia menyebar ke luar negeri. Sementara, peringkat daya saing dan sumber
daya manusia (SDM) Indonesia juga masih rendah dibanding Singapura, Malaysia,
dan Thailand.
Mengapa saya mendukung MEA? Semua itu
tidak lain karena Indonesia harus mulai berani berlari di kancah perekonomian
dunia. Jangan lagi jalan di tempat, bahkan tersendat-sendat. Tentunya, harus ada
persiapan matang dari pemerintah dan masyarakatnya sendiri. Ibarat permainan sepak bola, masing-masing harus berani menjemput bola.
ASEAN sebagai organisasi terbesar di
ASIA Tenggara bisa menjadi wadah dalam perkembangan ekonomi di Indonesia secara
khusus, Asia Tenggara secara umum. Nantinya tidak hanya Indonesia yang menjadi “gudang
distribusi barang-barang luar negeri”, melainkan Indonesia bisa menginvasi
produk-produk dalam negeri ke negara-negara ASEAN.
Sebab itulah, mayarakat Indonesia
harus berjiwa produktif, tidak hanya konsumtif. Harus berani mengambil langkah
yang positif. Bayangkan saja, jika banyak produk Indonesia membanjiri pasar
ASEAN, tenaga kerja pun semakin banyak. Maka, angka pengangguran di Indonesia
semakin berkurang.
Pembenahan pertama adalah bagaimana
meningkatkan produktivitas UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) yang sudah
ada. Banyak UMKM di Indonesia. Sayangnya, selama ini kurang dikelola dengan
baik dan maksimal. Segala lapisan masyarakat harus dibekali kreativitas dan
menggali kreativitas baru (inovatif).
Saya pikir, isu MEA ini juga harus
ditularkan ke para pelajar dan mahasiswa. Ini bukan berarti mengorientasikan
pendidikan mereka ke bidang perekonomian saja, melainkan mereka disiapkan menjadi
generasi-genarasi yang tangguh dan siap menghadapi ekonomi global.
Bagaimana pun, perekonomian yang baik
di suatu negara turut membantu mewujudkan cita-cita bangsa seperti yang
termaktub dalam Pembukaan UUD 1945: Mencerdaskan dan mensejahterakan seluruh
rakyat Indonesia.
Ekonomi yang sejahtera tentu
berpengaruh pada pendidikan yang merata ke suluruh rakyat Indonesia. Pendidikan
yang merata akan membuat hidup masyarakat Indonesia lebih bahagia. Lapangan
kerja semakin banyak serta angka pengangguran dan kemiskinan berkurang.
Yuk, sambut MEA dengan semangat dan
optimis yang besar! Jangan terlalu lama Indonesia berkubang dalam kondisi
ekonomi dan kesejahteraan yang belum merata. Semua elemen masyarakat, aparatur
negara, pendidik, dan pemerintah, harus bahu-membahu mewujudkan tujuan dasar
bangsa Indonesia.
Kita mampu bersaing di kancah
internasional. Kita pasti mampu meningkatkan kualitas produk-produk Indonesia.
Kita pasti mampu melahirkan generasi-generasi yang produktif dan inovatif.
Setuju. MEA harus menjadi tantangan karena itu kesiapannya harus di mulai sejak di bangku sekolah. Pola berpikir kreatif harus difasilitasi, nggak bisa cuma nunggu dan berharap tapi lapangan kerja harus diciptakan.
BalasHapusharus ada rasa optimis kalau kita mau terus maju, ya :)
BalasHapus