Baru saja selesai membersihkan data memori ponsel. Bejibun foto yang harus dihapus. Kebanyakannya sih foto yang mirip dan yang agak burem, foto-foto di folder WhatsApp, dan foto skrinsut alias screenshot. Nah, ternyata bejibun hasil skrinsut di ponselku. Bahkan, jumlahnya menyaingi jumlah foto di folder kamera. 😆
Kenapa banyak banget foto skrinsut? Aku sih sering skrinsut info menarik, baik dalam bentuk foto atau tulisan. Misalnya info film dan drakor, artikel berisi tips menarik, destinasi wisata, buku bacaan yang perlu dibeli, dan sebagainya. "Info menarik dan penting nih. Skrinsut saja dulu," pikirku. Padahal, seringnya malah lupa, gaes. Foto skrinsut pun seperti timbunan sampah yang menuh-menuhin memori ponsel.
Skrinsut memang sangat berguna sih. Jadi nggak perlu repot mencatatnya. Terkadang skrinsut juga berfungsi sebagai "rekam jejak". "Skrinsut dulu lah. Bisa jadi bukti nih." Namun, skrinsut juga seperti mata pisau. Menyebarkan skrinsut begitu bebas, orang-orang pun jadi bablas. Karena merasa skrinsut hal yang biasa, akhirnya nggak ada rem dalam menyebarkan hasil skrinsut. Ini sangat sering terjadi.
Contoh sederhana sih skrinsut obrolan pribadi, WAG, DM, inbox, maupun status/tweet/postingan orang lain. Obrolan yang mestinya hanya rahasia berdua disebarkan ke akun medsos atau ke orang lain. Ada yang cari aman, ada yang berlaku frontal. Cari aman di sini maksudnya menyebarkan hasil skrinsut dengan menyensor nama. Ada pula yang frontal, blak-blakan tanpa sensor. Jangankan menyensor nama, izin saja tidak.
Bagaimana cara biar nggak kebablasan? Yuk pakai pengaman sebelum menyebarkan hasil skrinsut!
Pertama, pikirkan dengan matang sebelum menyebarkan hasil skrinsut. "Ada faedahnya nggak sih kalau aku sebarin?" ; "Kira-kira bakal ngerugiin orang nggak sih, orang bakal sakit hati nggak ya?" ; "Skrinsut ini bakal membuat orang salah paham nggak ya?"
Kedua, minta izin. Nggak selalu hal yang sederhana menurut diri sendiri itu sederhana pula bagi orang lain. Nggak selalu hal yang baik menurut diri sendiri, bakal baik pula menurut orang lain. "Halah, cuma skrinsut. Niatku kan baik. Buat nyebarin kebaikan." Nggak begitu dong. Niat yang baik harus dilakukan dengan cara yang baik. Contohnya, beberapa waktu lalu temanku cerita lewat chat WA tentang pengalamannya saat positif Covid-19. Aku izin skrinsut chat-nya dengan menyensor nama.
Ketiga, nggak semua hal yang menurutmu penting harus diskrinsut dan disebarkan. Jempol memang nggak punya rem, nggak beda jauh dengan lisan. Maka, perlu pikiran dan hati sebagai remnya. Sebab skrinsut, berapa banyak sudah masalah kecil jadi masalah besar, hati yang semula bahagia menjadi terluka, hubungan yang semula baik-baik saja menjadi renggang, pertemanan menjadi permusuhan, bahkan fitnah tersebar tanpa dikira-kira.
Keempat, gunakan multi sudut pandang. Dunia media sosial semakin padat. Ngalah-ngalahin padatnya ibu kota Jakarta. Semakin padat, semakin beragam pemikiran, semakin banyak permasalahan, semakin rawan terjadinya gesekan. Terkadang hanya karena satu dua kata, terjadilah gesekan antara pengguna media sosial. Terkadang hanya karena satu postingan, terjadilah pertengkaran di kolom komentar. Saling serang, saling hujat, debat kusir, selalu terjadi di ranah media sosial. Inilah kenapa perlu sekali memandang sesuatu dari berbagai sudut pandang. "Kok tweet-nya begitu? Kenapa ya?" Jangan serta-merta menyerang postingan yang berbeda prinsip, bahkan sampai menyebarkannya lewat skrinsut.
Jadi, selain menuh-menuhin memori ponsel, skrinsut juga bisa menuh-menuhin dunia dengan permasalahan. Semakin maju teknologi, semakin banyak tantangan kehidupan, semakin perlu berpikir bijak dan matang. Semakin dewasa seseorang, semakin pintar memilah dan memilih, mana yang harus diperhatikan dan dipentingkan serta mana yang harus diabaikan.
Sudah cek memori ponselmu? Saatnya bersih-bersih yuk! Siapa tahu masih tersimpan skrinsut yang nggak penting. Siapa tahu masih ada skrinsut obrolan dengan mantan. Ups! Lumayan juga kan memperlancar kinerja ponsel dan hati. 😬
Di galeriku juga banyak skrinsyut kak. Sampe numpuk banyak dan kadang luoa, sebenarnya dulu mau buat apa kok screenshot segala. Sekarang aku biasakan, misal udh selesai urusan langsung aku hapus screenshotnya. Hemat space hp
BalasHapusnaah..aku nih yg juga banyak SS-an..tapi bkn utk disebarin mab..sengaja buat disimpan info2 penting etapi sama juga sering lypa malah numpuk2 haha...
BalasHapuswkwkwwk tyt kita punya kebiasaan yang sama, aku juga suka SS info2 dan resep resep penting, sama beberapa hal mmg seharusnya dihapus ya karena sudah tidak perlu lagi, tp karena malas bersih2 hp jadi numpuk deh
BalasHapusWahahaha bener itu bikin penuh memori ponsel dan permasalahan dunia. Aku seringnya SS materi webinar untuk ku pelajari lagi nanti.
BalasHapusNah ini, banyak orang lupa kalo SS punya orang tuh harus ijin juga. Itulah gunanya berpikir dulu sebelum menyebarkan ini SS penting apa ga
BalasHapusaku sering SS quotes galau :')
BalasHapusAku jarang banget skrinsyut, apalagi membagikannya secara ilegal tanpa ijin.
BalasHapusSoalnya aku paling malas pasang status di wa, kalo IG story, buat tempatnya nge-bucin reelsnya NCT.
Hehhee...no need to SS kalo gak lagi les bahasa Korea.
Bisa jadi penting bagi orang yg rapi menyimpan bukti. Tapi bagi orang jahil screenshoot jadi bahan negatif menjatuhkan yg lain
BalasHapus