“Kok
dikasih kental manis sih? Susunya habis?” tanyaku beberapa tahun lalu ke
seorang saudara yang sedang menuangkan kental manis ke botol dot anaknya. Si
anak baru berusia 3 tahunan.
“Nggak
apa-apa. Kan susu juga,” jawabnya.
“Emang
boleh? Kan manis banget,” sahutku.
Dulu aku tidak tahu apa-apa perihal kental
manis. Aku diam saja dan tidak memberikan penjelasan apa pun. Nah, beberapa
tahun kemudian baru aku ngeh. Kental manis bukanlah susu, melainkan gula yang
dikasih sedikit susu. Jadi, kandungan gulanya lebih banyak.
Orang
tua (ayah dan ibu) harus “melek” pengetahuan gizi dan nutrisi dan anak,
khususnya soal makanan dan susu yang tepat diberikan sesuai usia anak. Dari
pengalamanku di atas, jelas saudaraku itu tidak mengetahui perihal kental manis
yang ternyata bukan susu. Konsumsi kental manis pada anak usia bayi dan balita
sangat berdampak pada kesehatannya, lho. Misalnya, menyebabkan penyakit
diabetes, obesitas, dan stunting.
Stunting
ini permasalahan yang sering terjadi. Stunting adalah gagal pertumbuhan tubuh
dan otak anak sebab kekurangan gizi. Di dunia, 1 dari 3 anak mengalami
stunting, di 3 wilayah. Di Indonesia, angka stunting lumayan tinggi, yaitu
peringkat ke-5 di dunia (berdasarkan data tahun 2013). Stunting ini
mempengaruhi kesehatan anak. Dampaknya, anak mudah sakit, kemampuan kognitif berkurang,
mengalami penyakit pola makan, fungsi tubuh tidak seimbang, serta postur tubuh
tidak maksimal saat dewasa.
Lalu,
bagaimana cara mencegah terjadinya stunting? Menurut Dr. Tria Endah Astika
Permatasari, ada 3 kunci utama mencegah stunting, yaitu pola asuh, asupan
makanan, dan PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat). Pola asuh mencakup sehatnya
psikologis orang tua dan anak serta pengetahuan gizi. Asupan makanan mencakup
tercukupinya gizi yang seimbang dan cara mengolah makanan yang tepat. PHBS ini
mencakup ketersediaan air bersih, selalu mencuci tangan, dan jamban keluarga.
Dalam
webinar Nutrisi Keluarga tanggal 30 Juni 2020 kemarin, Vera Itabiliana
Hadiwdjojo, S.Psi. menyampaikan pentingnya kesehatan psikologis orang tua (ayah
dan ibu) dalam dunia parenting. Terutama si ibu. Cukup banyak ibu yang
mengeluhkan permasalahan mental pasca melahirkan. Di keseharian kita pun sering
menemukan ayah dan ibu yang sepertinya “belum siap” memiliki anak. Kesiapan ini
tentu saja dimulai dari ayah dan ibu dulu. Orang tua perlu sehat mental dan
fisik dulu untuk mengasuh si anak.
Berikut
dijelaskan secara rinci mengenai cara pengolahan makanan yang tepat.
Tidak
hanya pengetahuan gizi anak, seorang ibu juga harus tahu nutrisi untuknya sendiri
selama mengandung. Seperti yang kita ketahui, 1.000 HPK (Hari Pertama
Kehidupan) itu berperan penting untuk menghasilkan generasi emas. 1.000 HPK dimulai
saat janin di dalam kandungan hingga anak berusia 2 tahun.
DR.
Dr. Tb. Rachmat Sentika, Sp.A.,MARS mengemukakan, calon ibu harus memenuhi
kebutuhan gizinya serta janin di dalam kandungan. Gizi lengkap yang diperlukan
adalah karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, serta air. Selama di
dalam kandungan, janin memerlukan asam folat, vitamin D3, vitamin D6, zat besi,
serta gizi lengkap di atas. Tentu saja, si ibu harus rutin memeriksakan
kandungannya selama hamil minimal 4 kali.
Bagi
calon ibu dan calon ayah, yuk persiapkan dari sekarang demi melahirkan calon
generasi emas 2045 yang sehat dan berkualitas. Ayah dan ibu yang siap dan sehat
akan menghasilkan generasi yang sehat pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar